Bogor – Aksi unjuk rasa mahasiswa angkaraja yang berlangsung di depan Balai Kota Bogor pada hari Jumat sore berakhir ricuh setelah massa aksi terlibat saling dorong dengan aparat keamanan. Kericuhan ini membuat suasana yang semula berjalan damai berubah menjadi panas dan menimbulkan sejumlah kerusakan pada fasilitas gedung Balai Kota.
Awal Aksi Damai
Sejak siang, ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Bogor telah berkumpul untuk menyampaikan aspirasi terkait isu kenaikan biaya pendidikan, transparansi kebijakan pemerintah daerah, serta tuntutan perbaikan fasilitas publik. Dengan membawa spanduk, poster, dan pengeras suara, massa aksi sempat berorasi dengan tertib di depan gerbang Balai Kota.
Mahasiswa menegaskan bahwa aksi tersebut murni untuk menyuarakan kepentingan rakyat. Mereka menuntut pemerintah daerah agar lebih serius memperhatikan persoalan kesejahteraan masyarakat, terutama di bidang pendidikan, lapangan kerja, dan harga kebutuhan pokok.
Suasana Mulai Memanas
Ketegangan mulai terlihat ketika massa aksi memaksa untuk masuk ke halaman Balai Kota guna menyampaikan aspirasi langsung kepada Wali Kota Bogor. Aparat kepolisian yang berjaga berupaya menghadang, sehingga terjadi dorong-dorongan di depan pintu gerbang utama.
baca juga: pria-di-bantul-lapor-polisi-usai-dikeroyok-keluarga-pacar
Beberapa mahasiswa melempar botol air mineral ke arah aparat, sementara petugas mencoba membubarkan massa dengan pengeras suara. Kondisi semakin tak terkendali ketika sebagian mahasiswa menyalakan flare dan melakukan aksi coret-coret dinding gedung dengan cat semprot.
Gedung Balai Kota Jadi Sasaran Vandalisme
Dinding bagian luar Balai Kota Bogor tampak dipenuhi coretan bernada protes, seperti tulisan “Turunkan Pemimpin Gagal” dan “Pendidikan Bukan Komoditas”. Selain itu, sejumlah kaca jendela di bagian depan gedung dilaporkan pecah akibat lemparan batu.
Tindakan vandalisme ini sontak memicu reaksi keras dari aparat. Polisi segera menambah pasukan untuk mengendalikan situasi, sementara petugas Satpol PP berusaha menghalau massa yang mencoba merangsek masuk.
Aparat Bertindak Tegas
Polres Bogor Kota menyatakan bahwa pihaknya telah mengamankan sejumlah peserta aksi yang dianggap sebagai provokator kericuhan. Kapolres menegaskan bahwa aksi unjuk rasa dilindungi undang-undang, namun tindakan anarkis yang merusak fasilitas publik tidak bisa ditoleransi.
“Kami sudah berulang kali mengimbau agar mahasiswa menyampaikan pendapat dengan tertib. Namun, ketika mereka melakukan tindakan vandalisme, tentu kami harus bertindak sesuai aturan hukum,” ujar Kapolres.
Respons Pemerintah Kota
Pemerintah Kota Bogor melalui juru bicara resmi menyayangkan insiden ini. Pihaknya menegaskan bahwa gedung Balai Kota adalah fasilitas milik masyarakat, sehingga kerusakan yang ditimbulkan justru merugikan warga sendiri.
“Kami terbuka terhadap aspirasi mahasiswa, namun cara penyampaiannya harus tetap dalam koridor hukum. Vandalisme dan perusakan bukan solusi,” jelasnya.
Suara dari Mahasiswa
Sementara itu, perwakilan mahasiswa yang sempat ditemui wartawan mengatakan bahwa aksi mereka berujung ricuh karena aparat terlalu represif. Mereka menilai tindakan mahasiswa hanyalah bentuk ekspresi kekecewaan, bukan niat untuk merusak fasilitas.
“Kami hanya ingin suara kami didengar. Kalau ada kericuhan, itu karena aparat menutup akses kami untuk berdialog dengan wali kota,” ungkap salah satu koordinator aksi.
Dampak dan Evaluasi
Pasca-kericuhan, sejumlah fasilitas gedung Balai Kota Bogor rusak dan membutuhkan perbaikan. Pemerintah daerah akan melakukan pendataan kerugian sebelum memutuskan langkah hukum lebih lanjut.
Peristiwa ini menambah catatan panjang aksi demonstrasi mahasiswa yang kerap berujung pada gesekan dengan aparat. Banyak pihak menilai bahwa perlu ada ruang dialog yang lebih terbuka antara pemerintah daerah dan mahasiswa, agar aspirasi bisa tersampaikan tanpa harus berujung pada kericuhan dan perusakan.
Penutup
Aksi unjuk rasa mahasiswa sejatinya merupakan bagian dari demokrasi yang sehat. Namun, ketika tuntutan disampaikan dengan cara yang anarkis hingga menimbulkan kerugian materiil dan merusak fasilitas umum, esensi perjuangan itu justru bisa tercoreng. Ke depan, sinergi antara mahasiswa, aparat, dan pemerintah daerah diharapkan dapat menciptakan iklim demokrasi yang lebih sehat, konstruktif, dan solutif bagi semua pihak.
sumber artikel: tokopedia99.id