Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan e-commerce di Indonesia menunjukkan tren yang menjanjikan. Namun, kondisi ekonomi yang cenderung melambat di tahun 2025, ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, telah menjadi tantangan besar bagi pelaku usaha digital. Meskipun penetrasi internet dan jumlah pengguna platform digital terus meningkat, realisasi pembelanjaan masyarakat mengalami penurunan. Lalu, bagaimana strategi e-commerce untuk tetap bertahan dan tumbuh di tengah lesunya daya beli masyarakat?
1. Penyesuaian Produk dan Harga
Ketika daya beli masyarakat menurun, konsumen cenderung lebih selektif dalam memilih produk. Mereka mencari nilai terbaik dari setiap rupiah yang mereka keluarkan. Untuk menyiasati hal ini, banyak e-commerce mulai mengurangi penawaran barang mewah atau premium, dan lebih fokus pada produk kebutuhan pokok, diskon, serta bundling hemat.
Marketplace besar seperti Tokopedia, Shopee, dan Lazada mulai menyesuaikan algoritma rekomendasi untuk menampilkan produk dengan harga yang lebih kompetitif. Selain itu, mereka juga mendorong seller untuk memberikan diskon besar di kategori tertentu, terutama saat event promosi seperti Harbolnas atau Payday Sale.
2. Optimalisasi Flash Sale dan Cashback
Strategi flash sale dan program cashback terbukti ampuh untuk menjaga gairah belanja masyarakat. Dalam situasi ekonomi lesu, konsumen lebih tertarik dengan harga murah yang terbatas waktu, serta insentif berupa uang kembali. Hal ini memicu efek FOMO (fear of missing out) yang mendorong mereka untuk tetap melakukan transaksi.
Selain itu, program cashback juga memberi ilusi hemat tanpa harus menurunkan harga jual secara langsung. Cashback dapat digunakan kembali dalam ekosistem e-commerce, menjaga loyalitas konsumen agar terus berbelanja dalam satu platform.
3. Integrasi dengan Layanan Pembayaran Digital dan Cicilan
Peran layanan keuangan digital seperti OVO, GoPay, ShopeePay, dan PayLater menjadi sangat krusial di tengah tekanan ekonomi. Banyak konsumen yang kini memanfaatkan fitur cicilan tanpa kartu kredit atau layanan “beli sekarang, bayar nanti” (BNPL) sebagai solusi atas keterbatasan cash flow.
Dengan adanya kemudahan cicilan ini, transaksi pembelian tetap bisa terjadi meskipun pendapatan masyarakat menurun. E-commerce juga bermitra dengan fintech untuk menawarkan bunga rendah atau promosi cicilan 0% untuk mendorong konsumsi.
4. Efisiensi Operasional dan Penguatan Teknologi
Di sisi lain, e-commerce juga harus menjaga efisiensi operasional agar tidak tergerus margin. Banyak platform mengandalkan otomatisasi, teknologi AI, dan analitik data untuk mengurangi beban SDM dan meningkatkan akurasi dalam pengelolaan inventori, logistik, serta personalisasi pengalaman pengguna.
Misalnya, penggunaan chatbot dan virtual assistant mengurangi kebutuhan layanan pelanggan manual. Sementara itu, teknologi prediksi permintaan membantu seller dan warehouse menghindari kelebihan stok yang berisiko.
5. Program Loyalitas dan Gamifikasi
Dalam kondisi ekonomi sulit, menjaga pelanggan yang sudah ada jauh lebih penting daripada sekadar mencari pelanggan baru. Oleh karena itu, e-commerce memperkuat program loyalitas, sistem poin, serta gamifikasi.
Gamifikasi seperti misi harian, lucky spin, atau kuis berhadiah digunakan untuk menjaga engagement pengguna. Sementara program loyalitas seperti “Gratis Ongkir Member”, voucher eksklusif, hingga level keanggotaan (silver, gold, platinum) menciptakan keterikatan emosional dan mendorong pembelian berulang.
6. Pendekatan Hyperlocal dan Kolaborasi UMKM
Strategi lain yang semakin relevan adalah pendekatan hyperlocal, yaitu mengedepankan produk lokal dari penjual di wilayah tertentu untuk melayani konsumen sekitar. Selain mengurangi biaya logistik, pendekatan ini juga mendukung UMKM dan menciptakan ekosistem yang lebih adaptif terhadap kondisi ekonomi lokal.
Contohnya, banyak platform menyediakan halaman khusus “Produk UMKM Daerah” atau “Bangga Buatan Indonesia” yang menargetkan pembeli yang ingin mendukung ekonomi lokal, sekaligus menawarkan harga yang lebih terjangkau dibandingkan produk impor.
7. Konten Edukatif dan Live Shopping
Konten menjadi alat yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan dan mengedukasi pasar. E-commerce kini tidak hanya menjual produk, tetapi juga menghadirkan nilai tambah melalui konten informatif, tutorial, dan review yang jujur. Strategi ini meningkatkan keyakinan konsumen untuk membeli, terutama di saat mereka harus berpikir dua kali sebelum berbelanja.
Tren live shopping juga semakin diminati. Influencer, brand ambassador, atau bahkan seller sendiri bisa melakukan siaran langsung untuk mempromosikan produk secara interaktif. Ini menjadi pengalaman belanja yang lebih menghibur dan mendorong konversi.
Kesimpulan
Kondisi daya beli masyarakat Indonesia yang lesu memang menjadi tantangan besar bagi industri e-commerce. Namun, dengan strategi yang tepat – mulai dari penyesuaian harga, pemanfaatan teknologi, hingga penguatan hubungan dengan konsumen – e-commerce masih memiliki peluang untuk bertahan dan bahkan tumbuh.
Ke depannya, platform e-commerce yang adaptif, responsif terhadap perubahan perilaku konsumen, dan mampu menawarkan pengalaman berbelanja yang hemat namun menyenangkan, akan keluar sebagai pemenang dalam situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian.